Jakarta (Forum) - Usulan Bawaslu RI terkait penundaan Pilkada 2024 berpotensi melanggar kode etik penyelenggara pemilu. Selain itu, proses rekrutmen Bawaslu tingkat kabupaten/kota juga dinilai banyak kejanggalan.
Hal
tersebut ditegaskan Koordinator Nasional Perhimpunan Pemilih Indonesia (PPI)
Saparuddin, menanggapi pernyataan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja terkait usulan
penundaan pelaksanaan Pilkada 2024 pada rapat koordinasi kementerian dan
lembaga negara, Rabu (12/7) lalu.
“Sebagai
penyelenggara pemilu, usulan Bawaslu RI juga berpotensi melanggar UU karena
'mendorong' pihak lain (pemerintah) untuk menunda Pilkada Serentak 2024 dengan
alasan kekhawatiran gangguan keamanan,” ujar Saparuddin dalam keterangan
tertulisnya, Sabtu (15/7).
Menurutnya,
Bawaslu RI tidak patut mengusulkan penundaan pilkada dengan alasan gangguan
keamanan. Bahkan, pihak Polri dan TNI pun harus berhati-hati jika punya niat
untuk mengusulkan penundaan pilkada dengan alasan keamanan.
“Sebagai
bagian dari ekosistem pemilu, kita semua perlu mengingatkan Bawaslu RI untuk
tidak melanjutkan lagi wacana penundaan,” tegasnya.
Bawaslu,
kata dia, harusnya lebih fokus dan serius menjalankan tugas, wewenang, dan
kewajibannya sebagai pengawas pemilu Indonesia, serta kerja-kerja pengawasan
yang lebih nyata di masyarakat.
Banyak Kejanggalan
Selain
dianggap melampaui kewenangannya, Bawaslu juga disorot dalam proses seleksi
calon anggota Bawaslu kabupaten/kota yang dianggap banyak kejanggalan.
Kejanggalan
itu meliputi ditundanya pengumuman hasil tes CAT dan psikotest tanpa alasan
yang jelas dan meyakinkan.
Selain itu, sebelumnya juga banyak calon peserta yang dinyatakan tidak lolos administrasi oleh tim seleksi, padahal sebelumnya calon yang dinyatakan gagal sempat ikut dalam seleksi bawaslu tingkat provinsi dan dinyatakan lolos administrasi. (dbs)